Bromo: Savana, Kawah, Gunung dan Hamparan Pasir
Rasanya,
saya ingin sekali menulis ketika melihat foto-foto yang ada di laptop.
Sekaligus melanjutkan
cerita perjanan yang belum selesai. Cerita tentang perjalanan saya dan kedua kawan saya, Syarif dan willy, saat
berlibur ke malang untuk menyegarkan kembali pikiran dari mumetnya ujian.
Sebelumnya, sudah saya tulis bagaimana perjanan saya berlibur ke
Jogja bersama Accounting C’s
Indescribable Democracy (ACID), naik bus yang sudah dikenal ugal-ugalan,
menikmati indahnya tebing dan danau Segoro
Anakan Pulau
Sempu, sampai tersasar di kaki Gunung Semeru dan bertemu dengan kuncennya.
Sekarang saya ingin menceritakan bagaimana
saya pergi ke Gunung Bromo. Saat itu, saya dan
kedua kawan saya masih
ragu untuk pergi ke Gunung Bromo dari Pulau Sempu karena melihat kas yang
ada di dompet. Namun karena nekat, akhirnya kami sampai juga ke daerah Tumpang
dan naik truk menuju Ranu Pane. Sesungguhnya, Ini bukan rute yang bagus jika ingin
ke Bromo dari Pulau Sempu. Seharusnya kami balik lagi ke Arjo Sari. Lalu naik
bus ke Probolinggo, namun karena termakan rayuan tukang ojek akhirnya
kami malah ke daerah Tumpang—tempat para pendaki gunung semeru menunggu jeep
atau truk sebelum menuju ranu pane.
Seperti yang sudah
saya ceritakan di tulisan “Tersasar
Di kaki GunungSemeru” saya disambut tukang ojek yang menetapkan tarif mahal. Bertemu para
pendaki yang baru saja turun dari truk. Bertemu Pak Suyoto yang mengantar kami
ke ranu pane melewati jalan
berbatu yang terdapat jurang di kanan dan kirnya. Kedinginan karena kehujanan
di atas truk. Sampai akhirnya mendengar kisah tentang gunung semeru oleh Pak Tumari—orangtuanya Pak Suyoto.
Jika tak salah ingat,
tanggal 13 Juli 2012, kami bermalam dan di Ranu Pane dan keesokan paginya kami bertiga diantar ke Bromo oleh
Pak Suyoto menggunakan jeep. Sebenarnya,
kami ingin melihat fajar dari
pananjakan. Namun, karena pak suyoto tidak bisa, akhirnya kami diantar sekitar
pukul 7 pagi dari Ranu Pane.
Alam Indonesai
yang Indah
Udara pagi itu sungguh menusuk kulit.
"Padahal kami masih berada di kaki gunung semeru, bagaimana di badan gunungnya,"
pikir saya. Jaket, kaos tangan dan kaos kaki pun sadah saya kenakan, namun
tetap saja udaranya terasa dingin. Sambil menunggu Pak Suyoto datang kami
berjalan-jalan agar tubuh kami terbiasa dengan dinginnya Ranu Pane
Kemudian kami mengemas barang-barang dan
bersiap menuju Bromo. Saat Pak Suyuto datang, kami pamit dan mengucapkan terima kasih kepada Pak Tumari karena
telah memberi kami kamar untuk bermalam. Selain ucapan terima kasih kami
juga memberi beras, gula dan kopi yang kami punya. Kami tahu, itu tak cukup
membayar kebaikan yang diberikannya.
Kami pun pergi ke bromo melewati jalan berbatu
hingga mengguncang mobil yang kami naiki. Di dalam mobil, kami bertanya banyak
hal sampai akhirnya telunjuk Pak Suyoto menunjukan ke arah Gunung Bromo. Hasrat kami semakin besar ketika melihat keindahan
padang savanna atau bukit teletubis yang ada di Gunung Bromo dari kejauhan.
kami tak menyangka, tanah yang berundak-undak itu begitu hijau, mulus nan luas.
Terbentuk begitu rapih oleh alam.
Jika teman saya
memangilnya bukit teletubis, sekilas memang terlihat seperti itu. Tapi bukit teletubis tak sealami tempat
ini. Sungguh tempat itu membuat saya terkagum-kagum. Di
tempat itu, Kami meminta Pak Suyoto agar berhenti sebentar untuk berfoto ria. Kami pun
mengabadikan tempat indah dan alami ini melalui mata lensa milik
willy.
Sebenarnya kami belum ingin
beranjak karena belum merasa puas. Kami masih
ingin berjalan-jalan sejenak di tempat itu. Tracking. Lalu mengobrol sambil
minum kopi. Atau mungkin merabahkan diri. Tapi karena waktu juga yang sudah
mulai siang, mau tak mau lanjut ke kawah bromo.
Sepanjang perjalanan
dari padang savana menuju kawah bromo, perkerjaan yang saya lakukan hanya
melihat pemandangan yang tersaji di kanan, di kiri, dan di hadapan. Rasa kagum
tumbuh dari dalam hati. Rasanya saya ingin beri tahu orang di luar Indonesia.
“woy. Ini Indonesia. Coba dateng ke sini dah, dan kalian lihat.”
Sampai akhirnya, kami
disambut oleh kuda-kuda, jejeran jeep yang terparkir rapih, turis lokal dan
manca negara, pura, Gunung batok, dan tentu saja kawah bromo. Sesampainya di
sana, kami tak langsung mendaki kawah bromo tapi kami mencari tempat sepi dan
mengeluarkan peralatan masak karena kami belum sarapan. Dari tempat itu saya
langsung teringat film Tendangan Dari Langit yang
berlatar dan setting di tempat ini.
Kompor menyala dengan
api yang paling besar tapi air yang ada di nesting tak matang. Sayapun
langsung mengambil matras dan menutup kompor agar terlindung dari angin yang
dingin. Saat saya dan willy memasak, syarif merebahkan badan dan tertidur di
sana seperti gelandangan. Sepertinya dia sudah tak peduli dengan kaadaan
sekitar.
Kemudian kami bertiga
makan mie dengan lauk sarden yang tak hangat setelah berusaha kami hangatkan.
Udara dingin itu membuat api tidak focus dan kecil. Jadi sarden itu terasa seperti tak dipanaskan. Namun
makanan terasa cukup enak meski kami tahu makanan kami bercampr dengan pasir.
Mungkin bumbu pasir yang membua makanan kami terasa enak. Seusai makan kami pun
mulai bearnjak.
Indomie yang kami
makan seperti tak memberi kami energy untuk mendaki Gunung Bromo. Badan masih
terasa berat saat di bawa. Jadi sebelum mendaki, kami memutuskan untuk menitip
carier di tempat orang berdagang agar tak berat saat mendaki.
Pasir-pasir di badan gunung kami tapaki dengan susah payah. Terlebih pasir di tangga
sebelum mencapai puncak kawah. Rasanya naik dua langkah dan turun satu langkah
karena pasirnya sedikit amblas menahan telapak kaki kami
Namun rasa lelah
itu terbayar ketika sampai di puncak kawah bromo. Hati saya seperti mendesir.
"Sampai juga kami di sini," pikir saya waktu itu. Padahal satu minggu
yang lalu hal ini masih sebatas pembicaraan saja di kampus.
Oh kawah bromo yang curam
berasap. Megahnya gunung batok yang berwarna
hijau. Pemandangan yang tersaji di sekitar
berupa hamparan padang pasir yang luas dan indah. serta gundukan-gundukan
pasir yang unik, alami dan Aahh susah sekali mendeskripsikan tampat ini. Yang
pasti satu kata “mengagumkam.”
2 Comments
PErjalanan wisata yang menyenangkan...
ReplyDeleteSaya setuju dengan bung admin,,sangat rugi jika ke bromo tanpa mengunjungi savana.
Paket Wisata Bromo | Paket Bromo | Bromo Tour | Wisata Bromo
Bromo Tanjung Pondok Tani
ReplyDeleteDalam rangka Memperkenalkan " Kawasan Tengger-Bromo" dari segala aspek, menginap di pondok tani tanjung-tosari, cukup membayar dng sukarela “tanpa tarif” (khusus untuk rombongan)
@.kamar los + 2 km mandi luar, dapur, teras serba guna, kapst: 8 s/d 16 orang, cukup memasukkan dana "sukarela" ke kotak dana perawatan pondok pertanian.
# untuk informasi hub per sms/tlp: 081249244733 - 085608326673 ( Elie – Sulis ) 081553258296 (Dudick). 0343-571144 (pondok pertanian).
# Informasi di Facebook dengan nama : Bromo Tanjung Pondok Pertanian